Minggu, 27 Juni 2021

AKU DAN KENANGAN PUTIH ABU-ABU

 

Karangan : Maeskur W.


Bunyi jam beker yang berteriak membangunkanku dari tidur nyenyak. Azan Shubuh pun dengan suara merdunya sudah terdengar. Aku menggerakkan tubuhku perlahan untuk bangun dari tempat tidur, mengambil air wudhu.  Selesai sholat aku merapihkan jadwal pelajaran hari ini supaya tidak ada yang tertinggal. Aku langsung bersisap berangkat ke sekolah. Mandi, sarapan dan berseragam dengan rapih. Tak lupa aku berpamitan dengan kedua orang tua. Aku harus berangkat pagi-pagi karena naik angkutan umum pertama pagi ini. Kalau ikut yang belakangnya aku bisa terlambat sampai sekolah.


Di angkot sudah ada temanku juga. Teman sekelasku yang bernama Yuniar. Kita terbiasa pas satu angkot setiap pagi. 


“Hey say...” sapaku sambil duduk disampingnya.


“Ehh sayy, siapa ya?” canda temanku. 


“Ohh gitu? Ok kita putus” balasku. 


Aku menengok ke arah penumpang ibu-ibu dan bapak-bapak sepertinya memperhatikan kita.  Aku dan Yuni terkekeh pelan. Sekolahku, sekolah mewah alias mepet sawah. Jarak jalan besar dengan sekolah 500 meter, lumayan buat olahraga jalan kaki setiap pagi hingga akhirnya kami sampai dan turun dari angkot di ujung jalan dilanjutkan kami masih berjalan kaki ke sekolah. Kami berjalan dengan ngobrol santai dan ketika sampai disekolah jam masih menunjukkan pukul 06.30.


Kelas masih sepi hanya ada mbak Putri teman sekelas kami yang (maaf) badan bagian bawahnya tidak berfungsi dengan semestinya sejak beliau kecil. Beliau selalu diantar jemput Ibunya. Berangkat sangat pagi saat sekolah masih sepi menghindari banyak anak melihat. Kami menyapanya hangat dan Yuni adalah teman sebangkunya sejak kami duduk di kelas XI SMA. Sedangkan teman sebangku? Aku biasa duduk sendiri. Kadang dengan Ida, kadang juga dengan teman yang lain. Tidak menutup kemungkinan dengan teman cowok juga terkadang.


KRINNGG....KRIINGG...KRIINGG... 

Bel masuk sudah berbunyi dan pelajaran jam pertama akan segera dimulai. Jam pertama hari ini adalah bahasa Inggris. Model pembelajaran di sekolahku ini yaitu Model Moving Class. Dimana yang berpindah tempat adalah anak-anaknya. Hanya sebagian pelajaran sih karena keterbatasan ruang juga. Untuk pelajaran Bahasa Inggris ini mempunyai ruang sendiri sehingga mengharuskan para murid pindah kelas. Nah, aku dan Yuni membantu mbak Putri ke kursi roda supaya kita dengan mudah dalam perjalanan pindah kelas. Mbak Putri sudah nyaman duduk di kursi roda sekarang tinggal mendorongnya ke ruang Bahasa Inggris. Pelajaran berlangsung 2 jam akhirnya selesai, kami kembali lagi ke kelas dengan prosedur kebalikan dari berangkat tadi. Aku dan Yuni mendorong kursi roda mbak Putri kembali ke kelas. Sesampainya di kelas kemudian aku memindahkan mbak Putri ke kursi di kelas. Pelajaran selanjutnya Matematika yang akan dilaksanakan di ruang kelas. Kami mengikuti pelajaran dengan seksama. Setelah pelajaran matematika yaitu istirahat. Aku dan Yuni meninggalkan mbak Putri sebentar ke kantin juga untuk membelikan jajanan titipan Mbak Putri. Ketika kami kembali terlihat hanya mbak Putri seorang di kelas. Kami mendekati mbak Putri ternyata mbak Putri sedang menggambar komik. Gambarannya sangat bagus banget, kami bertiga makan jajan bersama. Setelah selesai makan jajan, mbak Putri mengajak Yuni menggambar komik bersama, mereka sudah mulai merangkai cerita bergambar karakter itu. Beberapa menit berlalu Mbak Putri sama Yuni selesai membuat suatu cerita pendek. Aku sebagai pihak ketiga sebagai pembaca saja. Aku membaca komik buatan mereka dengan antusias. SubhanaAllah, ceritanya bikin baper karena aku ingat sekali komik pertama mereka tentang sahabat sejati.


Aku terbersit punya keinginan kapan-kapan kita bertiga kolaborasi membuiat komik. Aku sebagai pembuat sekenario cerita, mbak Putri dan Yuni sebagai kreator gambar. Kami tertawa bersama hingga tidak terasa jam istirahat sudah selesai. Teman-teman mulai berhamburan masuk ke kelas dan dengan tertib duduk di tempatnya masing-masing. Pelajaran demi pelajaran berlalu akhirnya kita pulang. 


Aku dan Yuni menemani mbak Putri sampai dijemput oleh ibunya baru kita pulang. Walaupun dengan keterbatasan beliau sangat pandai di kelas dalam pelajaran, masuk 10 besar malah. Aku dan Yuni kadang menconto kerjaan rumah yang belum dikerjakan. Semua rutinitas itu kami lakukan sampai kelas XII. Singkat cerita, akhirnya kita semakin mendekati kelulusan. Kita mempersiapkan dengan sebaik baiknya termasuk mbak Putri. Try

Out demi Try Out kami ikuti dengan sungguh sungguh. Setiap pembagian hasil Try Out aku dan Yuni membandingkan nilai dengan teman sekelas. Terlihat nilai Mbak Putri semakin mendekati semakin nilai baik, tidak seperti aku dan Yuni yang kadang naik turun akan tetapi aku dan Yuni melihat penurunan stamina pada mbak Putri. 


Hari demi hari mbk Putri tampak sedikit pucat sampai suatu hari aku melihat mbak Putri akhirnya memakai bedak. Aku dan Yuni tidak heran karena sudah sewajarnya anak perempuan sedikit dandan. Kami melewatkan sesuatu ketika itu. Yaitu apa? Kami melewatkan bahwa mbak Putri menggunakan bedak untuk menutupi wajah lelah yang bertambah pucatnya. Kami terlalu tenggelam dengan mempersiapkan sebaik-baiknya ujian nasional yang semakin dekat. Sejak itu kami jarang bercanda bersama. 


Suatu hari, Ujian Nasional dilanjutkan ujian sekolah akhirnya selesai dan kami sudah bebas menunggu hasil ujian. Dari ujian sekolah kami melaksanakn remidial-remidial mata pelajaran yang nilainya masih kurang. Sejak saat itu aku dan Yuni tidak pernah melihat mbak Putri ke sekolah, yang kami temui hanya ibunya yang menyerahkan dan mengambil tugas-tugas remidi mbak Putri. 


Hari-hari remidi akhirnya selesai. Kami libur tidak kesekolah sampai ada pengumuman Cap tiga jari dan pengambilan rapot juga ijazah dan SKHUN. Ketika itu siang itu aku dan Yuni bagai disambar petir di siang hari yang cerah.

Kalian bisa menebak apa? Ya, mbak Putri teman kita telah pergi meninggalkan kita. Aku selesai urusan ijazah langsung meluncur ke rumah duka beserta teman-teman yang membawa motor. Aku dan Yuni tidak berhenti menitikkan air mata karena kami tidak menyangka kalau akhirnya tubuh mungil mbak Putri sudah tidak bisa menahan beban. Terlintas lagi kebersamaan kami selama di sekolah. Aku hanya bisa berdoa, semoga mbak Putri  yang selalu rendah hati, pantang menyerah dan orang yang sangat sabar mendapatkan tempat terbaik disisinya.